Rabu, 03 Februari 2016

good story

SECANGKIR TEH SELAMAT DATANG

Sebuah kelompok berisikan 15 orang tentara yang dipimpin oleh seorang mayor sedang berjalan menuju sebuah pos di pegunungan Himalaya. Disana mereka akan ditempatkan selama tiga bulan ke depan. Kelompok tentara lainnya yang akan dibebastugaskan menunggu mereka dengan gelisah.

Cuaca yang dingin dan salju yang turun sesekali membuat pendakian yang berbahaya itu terasa semakin sulit. Andai saja ada yg berjualan teh, demikian pikir sang Mayor, tentu akan mengurangi kepenatan mereka, meskipun ia tahu itu adalah harapan yang sia-sia belaka.

Mereka melanjutkan perjalanan lagi selama satu jam, hingga akhirnya mereka menemukan sebuah bangunan tua yang sudah bobrok. Bangunan itu nampaknya seperti sebuah kedai teh, namun pintunya terkunci. Saat itu hari sudah larut malam.

"Tidak ada teh, sial", kata sang Mayor kepada kelompoknya. Namun ia menyarankan seluruh tim untuk beristirahat sejenak karena mereka sudah berjalan selama tiga jam.

"Pak, ini adalah kedai teh dan kita dapat membuat teh. Sebaiknya kita rusak saja kuncinya", saran salah satu anak buahnya. Sang Mayor pun menemui dilema terhadap saran yang tidak etis itu, namun memikirkan secangkir teh yang hangat untuk kelompoknya yang sudah kelelahan membuatnya memberikan izin.

Mereka beruntung, kedai tersebut memiliki seluruh barang yang mereka butuhkan. Di dalamnya mereka menemukan teh dan peralatan untuk memasaknya. Disamping itu mereka masih menemukan beberapa bungkus biskuit. Para tentara yang kelelahan itu segera minum teh dan makan biskuit. Setelah penat hilang dan tubuh mereka segar kembali, kemudian mereka siap untuk melanjutkan sisa perjalanan mereka.

Sang Mayor berpikir, mereka sudah merusak kunci serta menikmati teh dan biskuit tanpa izin dari pemiliknya. Tetapi mereka bukanlah sekelompok pencuri. Lalu ia mengambil Rs 1000 dari dompetnya, meletakannya di atas meja, ditindih dengan stoples gula, sehingga sang pemilik dapat melihatnya. Sang Mayor pun merasa terbebas dari tanggung jawab moral. Ia memerintahkan anak buahnya untuk menutup kembali kedai tersebut dan mereka lalu melanjutkan perjalanan.

Tiga bulan telah berlalu. Mereka tanpa pantang menyerah melakukan pekerjaan mereka. Sampai akhir dinas mereka di pegunungan itu, untungnya tidak ada seorang pun yang menjadi korban dalam situasi pemberontakan yang kacau itu.

Tibalah saatnya bagi tim lain untuk menggantikan mereka. Sewaktu dalam perjalanan pulang, mereka singgah di kedai teh yang sama. Kebetulan pada saat itu kedai buka dan pemiliknya sedang menunggu di sana.

Pemilik kedai teh yang sepi itu dengan senang hati menyambut 15 orang pelanggannya itu. Mereka semua memesan teh dan biskuit. Mereka berbincang dengan orang tua itu mengenai kehidupnnya dan pengalamannya berjualan teh di tempat yang terpencil itu. Si orang tua memiliki banyak cerita, terutama mengenai keyakinan pribadinya terhadap Tuhan.

"Bapak, jika Tuhan itu ada, mengapa Ia tidak mengeluarkanmu dari kemiskinan seperti ini ?", komentar salah seorang dari mereka. "Jangan berkata seperti itu, Sahib ! Tuhan itu nyata. Saya sudah mendapatkan buktinya tiga bulan yang lalu."

"Saya sedang sangat kesulitan pada saat itu karena anak saya satu-satunya dipukuli hingga babak belur oleh teroris yang menginginkan informasi darinya, yang sesungguhnya ia ia pun sama sekali tidak mengetahuinya. Saya menutup kedai saya dan membawa anak saya ke rumah sakit. Ada obat yang harus saya tebus, tetapi saya tidak punya uang. Tidak ada satu orang pun mau memberi saya pinjaman, karena mereka takut akan teroris. Saat itu saya benar-benar putus asa."

"Hari itu, saya berdoa kepada Tuhan, dan Tuhan datang ke kedai saya hari itu.". "Saat saya kembali ke kedai, saya menemukan gemboknya dirusak. Saya merasa hancur. Saya kehilangan semua yang saya miliki. Tetapi saya menemukan Tuhan meninggalkan Rs 1000 di bawah stoples gula. Saya tidak bisa menjelaskan betapa berharganya uang itu pada saat itu. Tuhan itu nyata, Sahib."

Keteguhan keyakinannya terpancar dr matanya. Lima belas pasang mata semua menatap sang Mayor, dan dengan jelas membaca kode dari atasan mereka, "Diam !"

Sang Mayor kemudian bangun dan membayar tagihannya. Dia memeluk orang tua itu dan berkata, "Ya, Bapak. Saya tahu Tuhan itu nyata dan tehnya sangat nikmat. Kemudian ada lima belas pasang mata yang hampir tidak dapat membendung air mata mereka masing-masing melihat sang Mayor dan si orang tua itu. Sungguh sebuah pemandangan yang langka.

Jadi dari cerita di atas, kenyataannya tidak lain, kita semua bisa menjadi "Tuhan" bagi siapa saja.



Sent from The Milky Way